NASIONAL

Strategi Berinvestasi Saham di Tahun Politik

"Rasional dan sabar menjadi kunci berinvestasi saham di tahun politik"

DIPERSEMBAHKAN OLEH KBR Media / Ninik Yuniati

Strategi Berinvestasi Saham di Tahun Politik
Budi Hikmat, Chief Economist Bahana TCW Investment Management. (Foto: dok pribadi)

KBR, Jakarta - Budi Hikmat, Chief Economist Bahana TCW Investment Management, menyarankan investor untuk tetap berinvestasi saham di tahun politik. Meski, kondisi ekonomi sedang tidak menguntungkan, menyusul kenaikan suku bunga Bank Indonesia.

"Jadi walaupun ekonomi menuju slowing, tetap invest di saham tapi tone down the expectation, tunggu kalau udah pemilu, udah bagus, dan lakukan valuasi," kata Budi pada Capital Market Summit & Expo, di gedung BEI, Jakarta, Jumat (27/10/2023).

Menurutnya, suhu politik mulai memanas yang terlihat dari kian riuhnya perbincangan di grup-grup percakapan. Ini menjadi indikasi yang menarik untuk melirik saham telekomunikasi.

Di sisi lain, Budi berharap kontestasi politik 2024 tidak kebablasan sehingga memperburuk kondisi ekonomi.

"Sudah ada tanda-tandanya di WhatsApp, sudah ada keberpihakan, makin banyak bandwidth. Saham telco itu naik di tahun-tahun pemilu, tapi setelah pemilu, turun, jadi siap-siap," ujar Budi.

Para investor baiknya, kata Budi, mengikuti prinsip Warren Buffet dan Charlie Munger, yakni rasional dan sabar.

"Kebanyakan investor muda, termasuk anak saya yang baru belajar itu bukan jadi investor, jadi donatur. Beli tinggi, jual rendah. Belum begitu paham, apa yang sebetulnya proses berinvestasi yang benar," tutur founder Komunitas Nabi Yusuf ini.

Baca juga: Pengalaman Lo Kheng Hong Memilih Saham saat Pemilu

Budi memperkenalkan lima hal yang harus diperhatikan ketika memilih saham, disingkat ELVIS, yakni Earning, Liquidity, Value, Interest, dan Sentiment. Urutan tersebut bisa berubah tergantung dari unsur mana yang paling berpengaruh di masa itu.

Pertama, earning merujuk pada laba yang dihasilkan perusahaan. "Investasi di saham itu bukan i tell you the story, perusahaan ini akan gini-gini, lu ada duitnya nggak, ada labanya nggak?," imbuhnya.

Kemudian, liquidity, terutama besaran dana asing. "Indonesia itu bangsa yang kurang duit. Dana pihak ketiga to GDP, hanya 40 persen, terendah di region ini, kalah sama Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura," terang alumni UI ini.

Selanjutnya, mesti cek valuasi perusahaan. Jika overvalued, jangan dibeli!

Berikutnya adalah interest. Budi bilang, interest-lah yang paling berpengaruh saat ini, karena era suku bunga tinggi. Poin terakhir, sentiment, menurut Budi, Indonesia relatif baik, karena tenang, tidak ada konflik.

Budi berulang kali menekankan, terutama bagi investor muda, agar menjauhi pinjaman online dan judi online. Lebih baik punya income dulu baru berinvestasi.

"Jadi dari labor income, gaji, diinvestasikan, bisa dipilih, itu buat nonlabor income, buat nanti dia punya aset," ujar Budi.

  • budi hikmat
  • saham
  • investasi
  • Pemilu 2024
  • tahun politik

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!