NASIONAL

Usai Putusan MKMK, Anwar Usman: Fitnah Keji! Konflik Kepentingan di MK Sudah Terjadi Sejak Prof Jimly

""Saya tidak akan mengorbankan diri saya, martabat saya, dan kehormatan saya di ujung masa pengabdian saya sebagai hakim demi meloloskan pasangan calon tertentu.""

Resky Novianto

MKMK, Anwar Usman
Ketua MK Anwar Usman saat memimpin sidang pembacaan putusan perkara 90 di Gedung MK, Senin (16/10/2023). (Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

KBR, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman buka suara setelah posisinya sebagai ketua MK dicopot oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Dalam putusan pada Selasa (7/11/2023), MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat aturan kode etik dan perilaku hakim, ketika memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.

MKMK menjatuhkan sanksi kepada Anwar Usman berupa pemberhentian dari jabatan ketua MK. 

"Pemberhentian saya sebagai Ketua MK tidak sedikit pun membebani diri saya. Saya yakin dan percaya, di balik ini insyaallah ada hikmah besar yang akan menjadi karunia bagi saya dan keluarga besar saya, sahabat dan handai tolan, dan khusus bagi MK dan nusa dan bangsa," kata Anwar Usman dalam konferensi pers di Gedung MK, Rabu (8/11/2023).

Dalam tanggapannya, Anwar Usman juga menyinggung soal adanya upaya pembunuhan karakter dirinya, dan juga fitnah keji terkait putusan 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu membuka ruang bagi Gibran Rakabuming Raka, yang juga keponakan Anwar Usman, diajukan sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

"Saya tidak akan mengorbankan diri saya, martabat saya, dan kehormatan saya di ujung masa pengabdian saya sebagai hakim demi meloloskan pasangan calon tertentu. Lagi pula, perkara pengujian perkara hanya menyangkut norma, bukan kasus konkrit. Dan pengambilan putusannya bersifat kolektif kolegial oleh sembilan orang hakim konstitusi, bukan oleh seorang ketua semata. Demikian pula, dalam alam demokrasi seperti saat ini, rakyatlah yang akan menentukan siapa calon pemimpin yang akan dipilihnya kelak sebagai presiden dan wakil presiden, yang walaupun calon itu sudah ada, di lauhil mahfudz," kata Anwar Usman.

Anwar Usman juga menyinggung vonis pelanggaran berat yang dijatuhkan MKMK padanya. Menurutnya, konflik kepentingan yang dituduhkan padanya sudah terjadi sejak era MK pimpinan Jimly Asshiddiqie pada 2003.

"Terkait isu konflik kepentingan, tolong dicatat supaya tidak terjadi salah persepsi. Saya ulangi. Dalam penanganan perkara nomor 90/PUU-XII/2023 sebagai hakim karir, saya tetap mematuhi asas dan norma yang berlaku dalam memutus perkara yang dimaksud," kata Anwar Usman.

Menurut Anwar Usman, konflik kepentingan sudah terjadi ketika MK di era Jimly Asshiddiqie memutuskan perkara 004/PUU-I/2003, kemudian putusan Nomor 066/PUU-II/2004, hingga putusan nomor 5/PUU-IV/2006 yang membatalkan pengawasan Komisi Yudisial terhadap hakim konstitusi.

"Jadi sejak zaman Prof Jimly, sejak 2003, itu sudah ada. Penjelasan soal conflik of interest," kata Anwar.

Anwar menambahkan, konflik kepentingan pada putusan MK juga terjadi pada era MK di bawah kepemimpinan Mahfud MD, Hamdan Zoelva hingga pimpinan Ketua MK Arief Hidayat.

Anwar Usman juga memamerkan putusan perkara 96/PUU-XVIII/2020 terkait kocok ulang posisi ketua dan wakil ketua MK dan batas usia minimal hakim konstitusi. Anwar mengatakan saat itu posisinya adalah sebagai ketua MK, dan saat itu ia mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda).

"Maka berdasarkan yurisprudensi di atas dan norma hukum yang berlaku, pertanyaannya adalah; apakah sebagai hakim konstitusi dan ketua MK saya harus mengingkari putusan-putusan terdahulu? Karena disebabkan tekanan publik atau pihak tertentu atas kepentingan tertentu pula? Atau saya harus mundur dari penanganan perkara 96/PUU-XVIII/2020, demi menyelamatkan diri sendiri?" kata Anwar Usman.

Baca juga:


Kecewa pada MKMK

Anwar Usman juga kecewa terhadap proses persidangan MKMK yang diselenggarakan terbuka untuk umum. Menurutnya, sidang etik MKMK yang dilakukan secara terbuka menyalahi aturan dan tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya MKMK yang ditujukan untuk menjaga keluhuran dan martabat MK, baik secara individu maupun secara institusional.

"Begitu pula dengan putusan MKMK. Meski dengan dalih melakukan terobosan hukum dengan tujuan mengembalikan citra MK di mata publik, hal tersebut tetap merupakan pelanggaran norma terhadap ketentuan yang berlaku. Namun, sebagai ketua MK saat itu, saya tetap tidak berupaya untuk mencegah atau intervensi terhadap proses atau jalannya persidangan majelis kehormatan etik yang tengah berlangsung," kata Anwar Usman.

Anwar Usman juga menjawab kritik terhadap dirinya yang sering mengutip ayat kitab suci atau dalil-dalil agama dan dianggap mempolitisasi agama.

"Telah berulang kali saya sampaikan di hadapan publik, nukilan ayat Quran dan kisah di zaman Rasulullah dan sahabat tentang pentingnya berlaku adil. Apalagi, bagi seorang hakim. Namun, fitnah yang keji justru datang kepada saya, bahwa saya dianggap menggunakan dalil agama untuk kepentingan tertentu. Naudzubillah. Padahal itu saya lakukan karena keyakinan saya sebagai seorang muslim dan berlatar belakang guru agama," kata Anwar Usman.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

  • MKMK
  • Anwar Usman
  • Jokowi
  • Gibran Rakabuming
  • Prabowo-Gibran
  • Putusan 90

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!